Senin, 20 Juli 2009

TAMAN NASIONAL KOMODO Tujuh Keajaiban Dunia Itu Terancam...

Jumat, 17 Juli 2009 | 04:09 WIB

Oleh Frans Sarong


Taman Nasional Komodo kini sedang dalam seleksi ketat menuju tujuh keajaiban dunia (7 wonders of nature). Namun, penambangan emas yang dilakukan di luar kawasan inti Taman Nasional Komodo mengancam status itu.

Bepergian dengan speedboat atau perahu motor cepat dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo bukanlah perjalanan teduh. Lebih dari separuh perjalanan selama lebih kurang dua jam selalu dengan guncangan mendebarkan karena harus menembus arus ganas tak terarah yang lazim disebut kala kala. Kunjungan itu pun sempat dilanda kekecewaan karena nyaris gagal menyaksikan binatang purba komodo langsung di habitatnya.

”Perairan sekitar ini arusnya sering sangat ganas. Arahnya tak tentu, seperti guncangan air dalam baskom, sehingga speedboat harus pelan agar tidak lepas kendali,” tutur Harris, nakhoda speedboat, setelah satu jam perjalanan.

Labuan Bajo di daratan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, adalah kota Kabupaten Manggarai Barat, yang sekaligus merupakan gerbang masuk ke Taman Nasional Komodo. Sementara komodo adalah binatang purba yang masih bertahan hidup di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, dua dari 61 pulau dalam kawasan Taman Nasional Komodo.

Setiba di Pulau Komodo, seorang pria bernama Hanmor (29) mendekat dengan tongkat bercabang dua pada ujungnya. ”Ini namanya wali kukun, yakni tongkat yang berfungsi khusus menghalau ora atau komodo,” papar Hanmor yang selanjutnya memandu Kompas bersama tim dari PT Putri Naga Komodo (PNK)—mitra Balai Taman Nasional Komodo—menyusuri semak, padang savana, dan kawasan hutan sekitarnya.

Sambil mengingatkan pengunjung agar bersikap tenang bila menjumpai komodo, Hanmor selalu berpandangan awas menembus semak, celah batu, atau balutan savana yang mulai mengering, kalau-kalau komodo sedang berada di sana. Namun, dari penelusuran sekitar 2 kilometer hingga kembali ke Loh Liang, tidak berhasil dijumpai komodo.

Tentang ”menghilangnya” komodo dari kawasan sekitar Loh Liang itu, Hanmor yang asal Kampung Komodo—satu-satunya kampung penduduk di Pulau Komodo—mengakui kunjungan Kompas bersama tim dari PNK awal Juli lalu itu waktunya kurang pas untuk menyaksikan binatang langka tersebut di habitatnya.

Katanya, komodo, atau lazim disebut ora oleh warga setempat, sekarang sedang memasuki musim kawin, yang waktunya berlangsung antara Juli dan Agustus. Selama musim kawin, kawanan ora biasanya bertahan di dalam goa, lubang, atau liang.
Namun, kekecewaan yang sempat melanda pun terobati karena seekor komodo akhirnya dapat disaksikan di sekitar Kampung Komodo. Posisinya sedang berbaring malas di atas batu sekitar pantai.

Warga Kampung Komodo lainnya, Ridwan Hakbar (33), memastikan ora yang dijumpai itu berjenis kelamin betina. ”Ora betina itu pasti sedang menunggu jantannya karena di dekatnya ada liang untuk kawin,” ujarnya.

Posisi optimistis
Taman Nasional Komodo yang sudah menjadi warisan dunia, dikenal luas karena dua pulaunya, Komodo dan Rinca, merupakan habitat binatang purba komodo yang kini berpopulasi sekitar 2.500 ekor. Di kedua pulau yang sama juga hidup secara liar ribuan ekor rusa timor yang sekaligus menjadi mangsa utama penyambung siklus hidup komodo.
Sementara kawasan lautnya merupakan ladang kaya ikan. Berdasarkan catatan dari Balai Taman Nasional Komodo, di dalam kawasan laut seluas lebih kurang 130.000 hektar hidup sekitar 1.000 jenis ikan hias dan berbagai jenis ikan mahal, seperti karapu dan napoleon. Kawasan lautnya juga memiliki sedikitnya 53 titik yang sangat cocok untuk rekreasi menyelam (diving).

Lebih dari itu, Taman Nasional Komodo kini sedang dalam seleksi ketat menuju tujuh keajaiban dunia melalui kontes yang diselenggarakan New Open World Foundation bekerja sama dengan The United Nations Office Partnership yang berpusat di Swiss. Perhelatan kontes itu sudah bergulir sejak tahun lalu.

”Kami berharap dukungan semua pihak hingga Taman Nasional Komodo berhasil masuk tujuh keajaiban dunia,” kata Heru Rudiharto, Kepala Tata Usaha Balai Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo.

Harapan senada dilontarkan Dirjen Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar. Namun, untuk itu, ia meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menghentikan penambangan emas di kawasan Batugosok, sekitar 10 kilometer utara Labuan Bajo. Alasannya karena selain akan mengganggu keunikan Taman Nasional Komodo, penambangan yang dimulai sejak akhir tahun lalu itu juga bisa membuyarkan upaya taman nasional tersebut menuju tujuh keajaiban dunia, yang posisinya kini makin optimistis.

Taman Nasional Komodo kini menempati posisi enam dari 11 besar kategori E forest/national park/nature reserve. Itu berarti masih harus melewati tahap lainnya sebelum diumumkan hasil finalnya sekitar Desember nanti.

Penambangan emas di Batugosok bisa menjadi pengganjal yang menggagalkan Taman Nasional Komodo menjadi tujuh keajaiban dunia. Padahal, jika masuk tujuh keajaiban dunia, pariwisata akan berkembang, turis-turis berdatangan dan masyarakat sekitar pun mendapat keuntungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar