Senin, 20 Juli 2009

TAMAN NASIONAL KOMODO Tujuh Keajaiban Dunia Itu Terancam...

Jumat, 17 Juli 2009 | 04:09 WIB

Oleh Frans Sarong


Taman Nasional Komodo kini sedang dalam seleksi ketat menuju tujuh keajaiban dunia (7 wonders of nature). Namun, penambangan emas yang dilakukan di luar kawasan inti Taman Nasional Komodo mengancam status itu.

Bepergian dengan speedboat atau perahu motor cepat dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo bukanlah perjalanan teduh. Lebih dari separuh perjalanan selama lebih kurang dua jam selalu dengan guncangan mendebarkan karena harus menembus arus ganas tak terarah yang lazim disebut kala kala. Kunjungan itu pun sempat dilanda kekecewaan karena nyaris gagal menyaksikan binatang purba komodo langsung di habitatnya.

”Perairan sekitar ini arusnya sering sangat ganas. Arahnya tak tentu, seperti guncangan air dalam baskom, sehingga speedboat harus pelan agar tidak lepas kendali,” tutur Harris, nakhoda speedboat, setelah satu jam perjalanan.

Labuan Bajo di daratan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, adalah kota Kabupaten Manggarai Barat, yang sekaligus merupakan gerbang masuk ke Taman Nasional Komodo. Sementara komodo adalah binatang purba yang masih bertahan hidup di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, dua dari 61 pulau dalam kawasan Taman Nasional Komodo.

Setiba di Pulau Komodo, seorang pria bernama Hanmor (29) mendekat dengan tongkat bercabang dua pada ujungnya. ”Ini namanya wali kukun, yakni tongkat yang berfungsi khusus menghalau ora atau komodo,” papar Hanmor yang selanjutnya memandu Kompas bersama tim dari PT Putri Naga Komodo (PNK)—mitra Balai Taman Nasional Komodo—menyusuri semak, padang savana, dan kawasan hutan sekitarnya.

Sambil mengingatkan pengunjung agar bersikap tenang bila menjumpai komodo, Hanmor selalu berpandangan awas menembus semak, celah batu, atau balutan savana yang mulai mengering, kalau-kalau komodo sedang berada di sana. Namun, dari penelusuran sekitar 2 kilometer hingga kembali ke Loh Liang, tidak berhasil dijumpai komodo.

Tentang ”menghilangnya” komodo dari kawasan sekitar Loh Liang itu, Hanmor yang asal Kampung Komodo—satu-satunya kampung penduduk di Pulau Komodo—mengakui kunjungan Kompas bersama tim dari PNK awal Juli lalu itu waktunya kurang pas untuk menyaksikan binatang langka tersebut di habitatnya.

Katanya, komodo, atau lazim disebut ora oleh warga setempat, sekarang sedang memasuki musim kawin, yang waktunya berlangsung antara Juli dan Agustus. Selama musim kawin, kawanan ora biasanya bertahan di dalam goa, lubang, atau liang.
Namun, kekecewaan yang sempat melanda pun terobati karena seekor komodo akhirnya dapat disaksikan di sekitar Kampung Komodo. Posisinya sedang berbaring malas di atas batu sekitar pantai.

Warga Kampung Komodo lainnya, Ridwan Hakbar (33), memastikan ora yang dijumpai itu berjenis kelamin betina. ”Ora betina itu pasti sedang menunggu jantannya karena di dekatnya ada liang untuk kawin,” ujarnya.

Posisi optimistis
Taman Nasional Komodo yang sudah menjadi warisan dunia, dikenal luas karena dua pulaunya, Komodo dan Rinca, merupakan habitat binatang purba komodo yang kini berpopulasi sekitar 2.500 ekor. Di kedua pulau yang sama juga hidup secara liar ribuan ekor rusa timor yang sekaligus menjadi mangsa utama penyambung siklus hidup komodo.
Sementara kawasan lautnya merupakan ladang kaya ikan. Berdasarkan catatan dari Balai Taman Nasional Komodo, di dalam kawasan laut seluas lebih kurang 130.000 hektar hidup sekitar 1.000 jenis ikan hias dan berbagai jenis ikan mahal, seperti karapu dan napoleon. Kawasan lautnya juga memiliki sedikitnya 53 titik yang sangat cocok untuk rekreasi menyelam (diving).

Lebih dari itu, Taman Nasional Komodo kini sedang dalam seleksi ketat menuju tujuh keajaiban dunia melalui kontes yang diselenggarakan New Open World Foundation bekerja sama dengan The United Nations Office Partnership yang berpusat di Swiss. Perhelatan kontes itu sudah bergulir sejak tahun lalu.

”Kami berharap dukungan semua pihak hingga Taman Nasional Komodo berhasil masuk tujuh keajaiban dunia,” kata Heru Rudiharto, Kepala Tata Usaha Balai Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo.

Harapan senada dilontarkan Dirjen Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar. Namun, untuk itu, ia meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menghentikan penambangan emas di kawasan Batugosok, sekitar 10 kilometer utara Labuan Bajo. Alasannya karena selain akan mengganggu keunikan Taman Nasional Komodo, penambangan yang dimulai sejak akhir tahun lalu itu juga bisa membuyarkan upaya taman nasional tersebut menuju tujuh keajaiban dunia, yang posisinya kini makin optimistis.

Taman Nasional Komodo kini menempati posisi enam dari 11 besar kategori E forest/national park/nature reserve. Itu berarti masih harus melewati tahap lainnya sebelum diumumkan hasil finalnya sekitar Desember nanti.

Penambangan emas di Batugosok bisa menjadi pengganjal yang menggagalkan Taman Nasional Komodo menjadi tujuh keajaiban dunia. Padahal, jika masuk tujuh keajaiban dunia, pariwisata akan berkembang, turis-turis berdatangan dan masyarakat sekitar pun mendapat keuntungan

Rabu, 15 Juli 2009

Tutup Tambang di Manggarai

[JAKARTA,Suara Pembahruan-Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah daerah menghentikan aktivitas dan menutup tambang emas di kawasan Batu Gosok, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penutupan proyek itu harus dilakukan untuk melindungi lingkungan hidup dari ancaman kerusakan, yang dirasakan sejak dimulainya proses eksplorasi proyek.
Menurut Rachmat, Kementerian Lingkungan Hidup saat ini akan bersikap lebih aktif dan tegas dalam penegakan hukum lingkungan, termasuk menangkap dan menahan pihak-pihak yang diduga telah merusak lingkungan.
Lebih rinci, Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Bali dan Nusa Tenggara Kementerian Lingkungan Hidup R Sudirman menyampaikan, pihaknya sudah melakukan penyelidikan di lokasi tambang, dan menemukan sejumlah fakta yang pada intinya mempertanyakan status hukum pertambangan tersebut.
Sudirman mengatakan, secara hukum, izin penambangan yang dikeluarkan bupati menyimpang dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 30 Tahun 2005, yang menyatakan, wilayah Batu Gosok merupakan kawasan pariwisata, bukan daerah pertambangan. "Kondisi lingkungan saat ini sudah mengkhawatirkan. Proyek itu, bukan hanya melakukan eksplorasi, tetapi juga sudah tahap eksploitasi, " kata Sudirman.
Didukung
Sementara itu, dari Labuan Bajo dilaporkan, para pastor se-Kevikepan Manggarai Barat menolak berdamai dengan Bupati Manggarai Barat Fidelis Pranda terkait masalah tambang di Batu Gosok. Para pastor tetap meminta Pranda, segera menghentikan aktivitas tambang di wilayah tersebut.
Sikap itu disampaikan dalam pertemuan para pastor se-Kevikepan Manggarai Barat dengan Bupati Fidelis Pranda di Labuan Bajo, Selasa (14/7). Praeses Seminari Menengah Yohanes Paulus II, Robert Pelita menceritakan, dalam pertemuan itu, para pastor menyampaikan sikap tegas mereka, menolak tambang di Batu Gosok, yang merupakan daerah penyanggah TNK. Sebaliknya, Bupati Pranda ngotot mempertahankan tambang tersebut.
Penolakan itu disampaikan, karena tambang itu bertentangan dengan sejumlah peraturan daerah setempat. Selain itu, tambang tersebut juga dilakukan di atas tanah milik masyarakat. Sayangnya, Bupati Pranda tidak menyosialisasikan masalah itu kepada pemilik lahan. Penolakan juga dilakukan karena aktivitas tambang itu merusak lingkungan.
Sementara itu, aktivis lingkungan hidup Marsel Agot SVD menceritakan, dirinya melakukan interupsi, ketika Bupati Pranda berbicara. Pasalnya, Bupati Pranda berbicara tentang tambang Batu Gosok, tanpa berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan dan data yang ada. "Saya berdiri, saya bilang, interupsi. Pak, jangan asal ngomong. Omong berdasarkan fakta dan data. Saya punya data banyak di sini. Jangan omong sembarang," tegasnya. [A-21/E-7]

Selasa, 14 Juli 2009

Menneg LH: Hentikan Penambangan

Rabu, 15 Juli 2009 | 04:35 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Negara Lingkungan Hidup akan merekomendasikan penghentian sementara pembukaan tambang emas di Batugosok, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Rekomendasi itu atas dasar pemantauan tim di lapangan pekan lalu.
”Saya minta penutupan sementara, seperti temuan tim di lapangan,” kata Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar seusai menerima laporan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Bali-Nusa Tenggara Sudirman di Jakarta, Selasa (14/7). Lokasi tambang itu di sekitar kawasan penyangga konservasi binatang langka komodo.
Ada beberapa alasan mendasar pertimbangan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, di antaranya pembukaan itu menyalahi tata ruang peruntukan kawasan pariwisata dan berpotensi memunculkan konflik horizontal. Rencana pembangunan jangka menengah kabupaten juga mengarahkan kawasan Batugosok sebagai kawasan pariwisata.
Selain itu, pembukaan tambang tersebut tidak didahului penyusunan dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL/UPL).
”Sesuai ketentuan, kegiatan berdampak penting seperti tambang harus didahului dokumen UKL/UPL,” kata Sudirman. Dokumen itu disusun sebelum eksplorasi, sedangkan kondisi lapangan menunjukkan kegiatan sudah eksploitasi dan mengupas tebing berkemiringan 40 derajat.
Deputi I Menneg LH Bidang Tata Lingkungan Hermien Roosita mengatakan, pihaknya akan merancang pertemuan koordinasi antarsektor, baik di pusat maupun di daerah, pascarekomendasi penutupan sementara aktivitas di lapangan.
Berpotensi mengganggu
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Darori mengatakan, aktivitas tambang emas di pinggir pantai itu berisiko akibat pembuangan tailing atau limbah tambang.
Meskipun areal tambang di luar kawasan konservasi kehutanan, hal itu berpotensi mengganggu kawasan konservasi sehingga Departemen Kehutanan mengimbau perizinannya ditinjau ulang.
”Kalau lokasi tambang di kawasan konservasi, menjadi kewenangan Departemen Kehutanan untuk menghentikan dan memproses secara hukum,” kata Darori menjawab pers.
Rencananya, Menteri Kehutanan MS Kaban, Rabu malam, dijadwalkan berangkat ke Batugosok mengunjungi lokasi tambang. Kedatangannya untuk memastikan lokasi tambang tidak masuk kawasan konservasi. (GSA/NAW)

Geram Kutuk Tindakan Premanisme

Selasa, 14 Jul 2009, | 8


LABUAN BAJO, Timex - Gerakan Masyarakat Anti Tambang (Geram) Manggarai Barat (Mabar) mengutuk dan mengecam keras semua bentuk tindak kekerasan dan ancaman teror yang selama ini kerap dilakukan oknum kelompok preman di Manggarai Barat.
Ketua Geram, Bernadus Barat Daya saat jumpa Pers di Pos Geram kompleks Firdaus Labuan Bajo kemarin belum lama ini mengatakan, Minggu, 7 Juli sekitar pukul 23.30 Wita, sekelompok preman yang biasa mangkal di seputaran rumah jabatan bupati melakukan penyerangan di rumah kediaman Kornelis Rahalaka, sekretaris Geram sekaligus pemimpin redaksi Majalah Diaspora.

“Bersyukur bahwa saat penyerangan, Kornelis Rahalaka tidak berada di rumah karena masih sedang menghadiri rapat rutin Geram di posko 2. Beruntung pula karena anak dan istri dari saudara Kornelis Rahalaka mengunci pintu dengan rapat dan tidak ke luar rumah. Namun demikian, hingga sekarang mereka masih mengalami trauma psikologis akibat kejadian tersebut,” jelasnya.

Aksi Premanisme katanya, mengeluarkan beberapa pernyataan diantaranya Geram mendesak jajaran kepolisian agar segera mengusut dan menindak tegas pelaku tindak kekerasan dan ancaman teror. Karena, cara-cara yang dilakukan kelompok preman seperti itu tidak bisa dibiarkan terus terjadi.

Ditegaskan, patut diduga kuat bahwa motif ancaman teror yang kerap dilakukan kelompok tertentu kepada aktivis Geram belakangan ini sangat berkaitan erat dengan aktivitas demonstrasi tolak tambang.

Diduga, ada oknum penguasa tertentu di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Mabar yang turut menggerakan dan menfasilitasi kelompok preman dalam melakukan aksinya. Setiap kali aksi demonstrasi Geram, selalu ada kelompok preman yang memprovokasi masa demonstran.

Bahkan saat dengar pendapat di gedung DPRD Mabar beberapa waktu lalu, kelompok preman juga turut hadir mengawal rombongan bupati sambil memprovokasi aktivis Geram. Geram menyerukan kepada bupati dan DPRD Mabar untuk segera berkoordinasi dengan jajaran kepolisian guna mengambil langkah tegas dalam menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Mabar. Sebab, jika kelompok preman dibiarkan tetap berkeliaran, akan memicu konflik horisontal dan vertikal dan berpeluang terjadi kekacauan secara sporadis.

Dijelaskan, Geram mengharapkan Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri ESDM-RI, Menteri Lingkungan Hidup-RI, Menteri Kehutanan-RI agar segera mengintervensi kewenangan bupati Manggarai Barat dalam kaitannya dengan persoalan tambang di Mabar.

Intervensi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi NTT diperlukan guna meletakkan persoalan/kasus pertambangan yang terjadi Mabar pada koridor hukum yang tepat dan benar. Intervensi juga diperlukan guna menghindari potensi penyalahgunaan wewenang oleh Pemerintah Kabupaten Mabar dalam persoalan tambang.

“Saya perlu tegaskan bahwa Geram–Flores akan terus melakukan upaya perlawanan terhadap kehadiran perusahaan tambang di seluruh Ppulau Flores dan Lembata. Komitmen kami sudah bulat, Kabupaten Manggarai Barat khususnya dan pulau Flores dan Lembata umumnya, harus bebas dari tambang terbuka,” tegasnya. (kr4)

Walhi NTT Desak Hentikan Pertambangan

Selasa, 14 Jul 2009, | 9


MAUMERE, Timex - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT mendesak agar menghentikan pertambangan di Manggarai Barat (Mabar). Desakan ditujukan kepada Bupati Mabar, W Felix Pranda agar pertambangan tidak dilanjutkan.
Demkian disampaikan eksekutif daerah Walhi NTT, C Wilfridus Keupung kepada Timor Express, Minggu (12/7) di Maumere. Wilfridus mengaku sangat menyayangkan sikap bupati Mabar yang tidak peduli terhadap lingkungan hidup dan masyarakat Mabar yaitu dengan membiarkan investor tambang melakukan penambangan di Mabar.

Lebih riskan lagi, bupati justru mengeluarkan delapan surat kuasa pertambangan kepada beberapa investor. Wilfridus mengingatkan bupati Mabar agar akselerasi pembangunan melalui pengelolaan sumber daya alam (PSDA) terutama melalui bidang pertambangan sebagai jawaban untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), penyediaan lapangan kerja, percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan daerah tertinggal atau pengurangan kemiskinan perlu dicermati secara kritis.

Heranya, para pelaku pertambangan selalu memberikan ilusi-ilusi tentang kemakmuran dan kesejahteraan dari hasil eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari bumi Indonesia umumnya dan Kabupaten Mabar khususnya adalah mantera yang digulirkan terus menerus untuk menghegemoni rakyat bahwa kehadiran industri mutlak diperlukan.

“Kami dari Walhi mendesak bupati Mabar agar segera menghentikan pertambangan di Mabar tidak boleh dengan alasan untuk kemakmuran rakyat. Disisi lain, rakyat akan dirugikan untuk selamanya akibat dari pertambangan tersebut,” tegas Wilfridus.

Wilfridus menambahkan, Kabupaten Mabar secara resmi menjadi sebuah kabupaten otonom, pemekaran dari Kabupaten Manggarai berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2003. Kabupaten Mabar yang beribukota Labuan Bajo terletak di pulau Flores bagian barat, Provinsi NTT yang berbatasan dengan Provinsi NTB memiliki nama yang cukup familiar bagi wisatawan asing maupun dalam negeri. Sebab, disana terdapat species komodo yang sedang dipromosikan untuk menjadi salah satu keajaiban dari tujuh keajaiban dunia.

Karena itu, tidak heran bila setiap hari Labuan Bajo dikunjungi 200-an wisatawan asing. Hal itu berarti devisa daerah dan ekonomi rakyat dapat dibantu melalui sektor pariwisata disamping itu Kabupaten Mabar dikenal sebagi gudang beras NTT khususnya, seperti terdapat pada daerah persawahan Lembor, Ngorang, Sanunggoang dan Terang.

Di kabupaten tersebut masih terdapat hutan lindung yang tetap terjaga hingga hari ini. “Dengan kekayaan alam yang ada semestinya bupati tidak perlu harus mengorbankan rakyat banyak hanya dengan iming-iming untuk kesejahteraan rakyat, mantera-mantera murahan yang diberkan kepada rakyat adalah bentuk eksploitas atas nama rakyat,” ujar Wilfridus.

Manager Program Walhi, Hery Naif yang dengan tegas mengatakan, apa yang disampaikan untuk kepentingan rakyat dan kemakmuran rakyat dengan meningkatkan ekonomi dan seribu alasan oleh bupati Mabar hingga hari ini belum menunjukkan buktinya sebagai salah satu kabupaten otonom bahwa dengan pertambangan, kesejahteraan atau kemakmuran rakyat tercapai.

Contohnya tambang emas di Freeport di Papua hanya bisa dibanggakan Indonesia sebagai tambang emas terbesar, tetapi hasilnya Papua menjadi provinsi termiskin. Atau tambang Buyat Minahasa yang dilakukan Newmont Minahasa Raya, masyarakat terpaksa melepaskan tanah warisan leluhur karena tidak mampu menanggung derita akibat pertambangan.

“Prinsipnya pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui penggalian. Dalam konteks ini mayarakat Mabar hanya akan menjadi sebagai penikmat warisan jutaan ton limbah tambang dan kerusakan lingkungan hidup dan sosial lainnya. Apa lagi lingkungan hidup di NTT diambang kegentingan akibat global warming dan climate change yang terus terjadi,” jelas Hery. (kr5)

Semua Fraksi Sepakat Hentikan Penambangan

BATUGOSOK

Selasa, 14 Juli 2009 | 04:32 WIB

LABUAN BAJO, KOMPAS - Semua fraksi di DPRD Kabupaten Manggarai Barat sepakat meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menghentikan sementara kegiatan tambang emas di Batugosok, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

”Pada rapat pleno yang dihadiri 18 dari 25 anggota DPRD, Kamis (9/7), semua fraksi sepakat tidak membentuk panitia khusus. Semua sepakat langsung memutuskan agar pemkab menghentikan sementara kegiatan tambang di Batugosok,” kata Ketua DPRD Manggarai Barat Matheus Hamsi, Senin di Labuan Bajo, saat dihubungi dari Ende, Flores.

DPRD Manggarai Barat terdiri dari tiga fraksi, yakni Fraksi Golkar Plus, Fraksi PDI-P, dan Fraksi Gabungan. Menurut Matheus, keputusan DPRD akan dikeluarkan secara tertulis paling lambat Rabu (15/7).

Setidaknya ada dua pertimbangan dari keputusan tersebut. Pertama, adanya keresahan dan penolakan masyarakat atas tambang emas. Kedua, dari sisi regulasi, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Manggarai Barat dan Peraturan Daerah Manggarai Barat Nomor 30 Tahun 2005 tentang Tata Ruang Wilayah, kawasan Batugosok merupakan zona wisata yang bebas dari kegiatan penambangan.

”Jika bupati tidak merespons keputusan DPRD, kami akan meneruskan persoalan tambang ini ke pusat,” kata Matheus.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemkab Manggarai Barat John Jajalu menyatakan, pihaknya hingga Senin sore belum menerima keputusan DPRD Manggarai Barat yang meminta penghentian sementara kegiatan tambang di Batugosok.

”Belum ada rencana untuk penghentian kegiatan tambang. Aktivitas di sana baru eksplorasi. Tanah yang dibor, jika kadar emasnya tidak bernilai ekonomis, juga ditutup kembali,” katanya.

Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regio Nusa Tenggara R Sudirman yang juga ketua tim gabungan untuk mengecek aktivitas penambangan di Batugosok dan lokasi lain di Manggarai Barat, Senin di Denpasar, menyatakan, material penambangan emas di Batugosok berpotensi merusak daerah sekitar, termasuk Taman Nasional Komodo. Debu dan material lepasan penambangan akan merusak ekosistem mangrove di pantai, melenyapkan padang lamun, merusak terumbu karang, serta mematikan biota laut di perairan sekitarnya.

Dari pengecekan pekan lalu, tim mencatat, lokasi tambang emas Batugosok di ketinggian sekitar 200 meter dari permukaan laut merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan di atas 40 derajat. Kawasan seperti itu tidak dibenarkan menjadi lokasi bangunan, digunduli, apalagi untuk penambangan.

Daerah Batugosok dan sekitarnya harus dijaga kelestariannya karena merupakan kawasan flora dan fauna yang dilindungi. Wilayah itu merupakan habitat rusa timor dan monyet.(SEM/ ANS)

Senin, 13 Juli 2009

Penambangan Batugosok Tak Sesuai

TAMBANG EMAS


Senin, 13 Juli 2009 | 03:23 WIB

Denpasar, Kompas - Secara administratif, keputusan Bupati Manggarai Barat Wilfridus Fidelis Pranda memberikan izin pengelolaan penambangan emas di Batugosok menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Kawasan itu sebagaimana dirinci dalam Peraturan Daerah Manggarai Barat Nomor 30 Tahun 2005 jelas peruntukannya sebagai zona komersial pariwisata, bukan untuk pertambangan.

Demikian antara lain hasil temuan tim gabungan dari Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Regional Nusa Tenggara meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dan sejumlah pejabat berbagai instansi terkait dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tim ini sejak Jumat lalu berada di Manggarai Barat dengan tugas khusus mengecek penambangan di Batugosok dan lokasi lainnya di daerah tersebut. Aktivitas penambangan itu ditentang keras oleh berbagai elemen masyarakat di Manggarai Barat.

Tugas tim gabungan melakukan pengecekan lapangan terkait penambangan di Manggarai Barat, Pulau Flores, itu atas instruksi Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar melalui Deputi I Bidang Tata Lingkungan Hermien Roosita. Instruksi itu terutama ditujukan kepada Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Nusra R Sudirman yang berkantor di Denpasar, Bali (Kompas, 11/7).

Sudirman melalui telepon dari Denpasar, Sabtu petang, mengakui, timnya bersama tim dari Pemprov NTT sudah kembali dari lokasi Batugosok, sekitar 10 km utara Labuan Bajo, kota Kabupaten Manggarai Barat. ”Tim gabungan kami juga sudah menggelar rapat di Labuan Bajo yang mengkaji berbagai masukan dari sisi administrasi, kondisi riil lapangan, serta masukan dari masyarakat. Bagaimana hasil rapat dan rekomendasinya masih tertutup karena sepenuhnya akan menjadi laporan kepada Bapak Menneg Lingkungan Hidup di Jakarta,” kata Sudirman.

Tim gabungan ini mengunjungi lokasi Batugosok Sabtu pagi hingga siang. Seperti dilukiskan Sudirman, tim menyaksikan kawasan tambang emas itu memanfaatkan kawasan dengan kemiringan sangat tajam di atas 40 derajat. Kawasan dengan kemiringan seperti itu tidak boleh digunduli apalagi digusur karena akan menjadi sumber bencana bagi kawasan sekitarnya. Apalagi daerah sekitarnya sudah sejak lama menjadi lokasi perhotelan, seperti Hotel Batugosok yang menghadap laut di kaki bukit Batugosok. Di depannya adalah Pulau Seraya yang sudah didukung perhotelan. Sementara lokasi sekitar pantai di tepi utara Batugosok sejak lama menjadi lokasi budidaya ikan keramba.

Tim gabungan juga bertemu dengan sekitar 30 tokoh masyarakat dan kelompok aktivis.. Semuanya berharap kawasan Batugosok menjadi kawasan pariwisata, dan menolak masuknya aktivitas penambangan. (ANS)

Tambang Emas Batu Gosok Salahi Aturan


Senin, 13 Jul 2009, | 8


LABUAN BAJO, Timex - Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Bali Nusa Tenggara, Sudirman saat berdiskusi dengan JPIC OFM Jakarta dan JPIC SVD Ruteng di Bintang Flores, Sabtu (11/7) lalu menegaskan, izin yang dikeluarkan Bupati... Manggarai Barat (Mabar) kepada perusahaan penambangan PT Green Nusa untuk melakukan eksplorasi di wilayah Batu Gosok, dinilai menyalahi beberapa aturan. Penyimpangan aturan ini memberi peluang aktifitas eksplorasi emas di wilayah tersebut ditutup.

Beberapa penyimpangan aturan itu kata Sudirman diantaranya, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Manggarai Barat Nomor 30 tahun 2005, tentang tata ruang wilayah kota dimana dalam Perda ini termuat wilayah Batu Gosok dan sekitarnya adalah salah satu kawasan yang diperuntukan pengembangan pariwisata.

“Dalam Undang-undang Lingkungan Hidup Nomor 4 tahun 2009 salah satunya mengatur wilayah pengembangan pertambangan tidak bertentangan dengan tata ruang,” tegasnya.
Izin kuasa pertambangan yang telah di keluarkan untuk aktifitas eksplorasi di wilayah Batu Gosok, katanya menyalahi UU tentang tata ruang. “Semua penyimpangan-penyimpangan ini akan kami kaji dan melaporkan pada menteri. Untuk keputusan sebagai tindaklanjut dari temuan ini ada di tanggan Menteri Lingkungan Hidup,” jelasnya.

Sudirman menegasan, pihaknya tidak berani untuk memutuskan tentang temuan yang diperoleh dilapangan. Katanya, keputusan akhir ada di tangan menteri. “Semua temuan data lapangan maupun proses perizinan akan kami tinjau dengan beberapa pertimbangan diantaranya, Analisis Dampak Lingkungan, endemik-endemik yang ada dalam kawasan tersebut dan beberapa pertimbangan sosial budaya lainnya,” ujarnya.

Sementara, sumbangsih pemikiran dari LSM, tokoh masyarakat dan organisasi prosfesi seperti Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) di Labuan Bajo akan melengkapi laporan ke menteri.
“Saya sudah melihat lokasi penambangan tahap eksplorasi di wilayah Batu Gosok. Dari puncak pusat eksplorasi, pemandanganya sangat cantik. Secara pribadi saya menilai, tempat tersebut sangat pontensial untuk dijadikan kawasan pengembangan kepariwisataan,” tegasnya.

Direktur Justice, Peace and Integreity of the Cresion (JPIC) PFM Jakarta, Pater Peter Aman, OFM menegasakan, pihaknya meminta Kementerian Lingkungan Hidup untuk segera menutup lokasi eksplorasi emas di wilayah Batu Gosok di Kecamatan Komodo dan di wilayah Tabado di Kecamatan Boleng serta beberapa wilayah lainnya di Manggarai Barat yang izin eksplorasi telah dikeluarkan bupati Mabar.

Menurut Pater Peter, Pemerintah Pusat seharusnya memberikan perlakuan adil terhadap pulau-pulau kecil. Perlakuan adil ini berupa tidak memberikan izin untuk berbagai aktifitas berpotensi merusak lingkungan hidup Flores tergolong pulau kecil dan tambang akan sangat berpengaruh. Pulau Flores merupakan pulau rawan gempa. ”Pulau Kalimantan yang besar saja sudah tergolong rusak karena pertambangan apalagi pulau Flores,” tegasnya. (kr4)

Minggu, 12 Juli 2009

Fungsionaris Adat Bantah


Senin, 06 Jul 2009, | 15
Terkait Status Tanah Batu Gosok

LABUAN BAJO, Timex - Fungsionaris adat wilayah Nggorang, Haji Adam Djuje kepada Timor Express, kemarin menegaskan, wilayah Batu Gosok - Loh Mbongi Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) tahun 2003 sudah dibagikan ke ratusan warga.
Tidak benar kalau lahan tersebut adalah tidak bertuan. Pernyataan kedua fungsionaris adat ini sekaligus untuk membantah pernyataan Bupati Mabar, WF Pranda yang menyebutkan, lahan tersebut adalah lahan kosong.

“Saya adalah salah satu warga setempat yang diberi kuasa oleh Dalu Nggorang, Alm Haji Isaka untuk membagi tanah di Lengkong Guso Ngea. Belakangan saya dengar bupati mengklaim tanah di Batu Gosok - Loh Mbongi termasuk Lengkong Guso Ngea hanya pemilik yang punya sertifikat. Sementara, yang lainnya tidak ada. Juga disebutkan lahan tersebut tidak bertuan. Saya tegaskan, itu sama sekali tidak benar. Tanah di Lengkong Guso Ngea punya pemiliknya ratusan orang,” tegas Haji Adam.

Adam mengatakan, luas Lengkong Guso Ngea sekitar 30 hektar. Batas utaranya dengan Toro Sitangga, selatan Toro Payau, timur dengan jalan raya dan barat dengan bukit tinggi. Dia membagi tanah di Lengkong kepada sekitar 315 masyarakat sekitar Mei 2003 atas kepercayaan Dalu Nggorang, Haji Isaka (almarhum) dibagi per kapling. Mabar saat itu masih satu dengan Kabupaten Manggarai. Kabupaten Mabar diresmikian tanggal 17 Juli 2003.

Adam mengaku, beberapa waktu lalu diundang Pemkab Mabar terkait status tanah di wilayah Lengkong Guso Ngea Batu Gosok - Loh Mbongi. Adam kepada Pemkab Mabar menjelaskan, tahun 2003 Lengkong Gusu Ngea sudah dibagi kepada masyarakat.

“Tapi saya heran belakang Pemkab menjelaskan kepada publik wilayah tersebut tidak bertuan dan mengklaim itu adalah pernyataan kami sebagai fungsionaris adat. Kami tentu saja tidak mau mengorbankan masyarakat Mabar dan menghianati leluhur kami sebagai pemangku adat di wilayah ini,” tegasnya.

Waris Dalu Nggorang Kecamatan Komodo, Haji Ramang Isaka meminta pihak tertentu untuk tidak melecehkan hak ulayat mereka dengan eksplorasi tambang di Batu Gosok - Loh Mbongi-Mabar. Sebab, sampai sekarang pihaknya belum pernah membuat pernyataan apa pun terkait tambang di kawasan itu kepada siapa pun, baik secara lisan maupun tertulis.

Ramang yang adalah anak kandung Dalu Nggorang, Haji Isaka (almarhum) kepada Timor Express via handphond (HP) dari Jogja kemarin. Dikatakan, pihaknya sadar betul bahwa tanah di dua lokasi itu dan sekitarnya sudah dibagi secara resmi oleh kedaluan Nggorang kepada masyarakat umum beberapa waktu lalu. Dengan demikian, dari sisi hak ulayat, lahan-lahan itu resmi milik masyarakat.

Menurut Ramang, tanah di Loh Mbongi - Batu Gosok dan sekitarnya telah dibagi kepada ratusan masyarakat ketika Mabar masih gabung dengan kabupaten induk Manggarai didahului dengan pelepasan hak atas tanah di kawasan itu oleh k Dalu Nggorang. Selanjutnya, pihak-pihak yang diberi kuasa oleh kedaluan Nggorang untuk membagi lahan-lahan dimaksud kepada masyarakat umum.

Kini, tanah-tanah itu lanjut Ramang, ada yang sudah punya sertifikat dan lainnya belum. Khusus pembagian terakhir pada masa peralihan dari Manggarai ke Mabar, waktu penataan lokasi saat itu dihadiri Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar sertifikatnya kolektif, namun sampai sekarang belum ada. Pilar-pilarnya ada yang sudah ditanam di lokasi lainnya masih menumpuk.

“Perlu diingat bahwa sekitar dua keputusan Mahkamah Agung (MA) memenangkan kami atas perkara tanah di wilayah kedaluan Nggorang. Intinya, MA masih mengakui hak ulayat atas tanah di wilayah kedaluan Nggorang yang juga mencakup Labuan Bajo. Karenanya tolong pihak tertentu jangan lecehkan hak ulayat kami dengan tambang,” tegasnya (kr4)

Tambang Harus Ditolak


Selasa, 07 Jul 2009, | 11

LABUAN BAJO, Timex - Kehadiran industri pertambangan di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) khususnya dan Flores-Lembata umumya harus ditolak. Karena, kegiatan pertambangan cendrung destruktif, merusak banyak aspek.
Baik lingkungan hidup, kelautan, pariwisata, pertanian dan lain-lain. Apakah itu masih tahap eksplorasi dan eksploitasi. Pembina Seminari Yohanes Paulus II, Labuan Bajo, Rm Hironimus Bandur, Pr kepada Timor Express akhir pekan lalu di Labuan Bajo menegaskan, tambang emas membutuhkan banyak air. Tambang emas industri rakus air dan hasilkan banyak limbah.

Sekitar 98 persen batuan digali akan dibuang jadi limbah. Tambang emas hasilkan tiga jenis limbah utama. Limba pertama berupa overburden, batuan permukaan atas yang dikupas guna dapatkan batuan biji/batuan mengadung emas.

Limbah kedua tailing, biji emas yang sudah diambil emasnya menggunakan bahan kimia seperti merkuri atau sianida. Tailing lumpur mengandung logam berat. Limbah jenis ketiga air asam tambang, cairan bersifat asam berpotensi meningkatkan unsur mikro berbahaya dalam tanah dan ini akan menjadi racun bagi hewan, tumbuhan dan manusia.

“Pertanyaannya, apakah tidak mungkin tambang emas Batu Gosok-Mabar tidak akan bernasib seperti itu? Perlu diingat investor pebisnis, mereka tidak mungkin bicara negatifnya. Jangan sampai kita terlelap cerita mimpi tentang penghijauan pasca tambang dari investor dan akhirnya kita tertidur dan mati dalam mimpi itu,” tegasnya.

Romo Hironimus mengaku merasa terusik ketika Bupati Mabar, WF Pranda dalam rapat dengar pendapat bersama DPRD Mabar beberapa waktu lalu memberi apologia (pembelaan, red) dengan mengutip teks injil Mateus 22,1-10.

“Karenanya siapa saja mengutip dan atau membaca teks ini secara tak sadar, jangan hendaknya gegabah dan emosional menafsirkannya. Janganlah hendaknya kitab suci dipakai untuk memanipulasi kepentingan. Sejatinya, teks ini merupakan satu bentuk pagelaran persaingan politik antara orang farisi (partai nasional Yahudi) dan partai pengikut Herodes.

Kaiser Roma (Herodes) telah memaksakan otoritasnya atas orang Yahudi dan menuntut penggunaan mata uang Roma, tetapi ia tidak bisa menuntut dari mereka ketaatan hati nurani yang hanya dipersembahkan bagi Allah. Ia bukanlah Allah sekalipun dia berlagak sebagai Allah,” jelasnya.

Romo Hironimus menjelaskan, dalam teks ini Yesus memisahkan agama dan politik dalam kebudayaan-kebudayaan baik Yahudi maupun Romawi. Dimana, politik selalu mencari pembenaran dari agama. Yesus menjawab demikian karena persaingan politik per partai/penguasa kerap kali mencari pembenaran dari agama.

Dengan demikian, ia mau menolak secara implisit setiap usaha mendewakan bentuk kekuasaan duniawi apapun. Ditegaskan, Yesus memandang pajak negara bukan sebagai sebuah bentuk ketidakadilan.

Tetapi sebagai bentuk partisipasi dalam ikhtiar menggapai kesejahteraan bersama. Karena itu, sangat tidak relevan, out of contex kalau ada yang mengutip teks ini dalam hubungan dengan tambang kecuali bila orang itu sedang jatuh dalam sebuah ambisi politik yang menuntut pembenaran dari agama.

“Kami tidak berambisi jadi pejabat, apalagi kami para pastor, sehingga tidak perlu merasa disaingi,” tegasnya. Ditegaskan, para pastor yang melakukan penolakan terhadap pertambangan terbuka tidak ditunggangi oleh kepentingan politik pihak tertentu. Dalam ajaran sosial gereja (ASG), Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik evangelium vitae art. 74, kata Romo Hironimus, memuat hak untuk menolak kebijakan negara yang korup atas dasar pertimbangan hati nurani.

Hak perlawanan terhadap otoritas bila jalan-jalan wajar lainnya tidak diladeni lagi, dalam ensiklik Paus Paulus VI (1967), populorum progresio art. 31. Jadi, keadilan dan kebaikan bersama harus ditempatkan di atas kalkulasi-kalkulasi politik yang tidak penting. “Hukum dan undang-undang dibuat untuk manusia dan bukan manusia untuk hukum,” tegasnya. (kr4)

Tolak Tambang dengan Ritual Adat

Sabtu, 11 Jul 2009, | 8


RUTENG, Timex - Sejumlah elemen masyarakat di Manggarai dan Manggarai Barat sangat serius menolak seluruh aktivitas pertambangan di wilayah itu. Baik yang sementara melakukan eksplorasi maupun eksploitasi. Beberapa waktu lalu, warga Wae Ncuring Desa Siri Mese Kecamatan Kuwus menggelar ritual adat tudak yang intinya memberikan sumpah kepada para leluhur bahwa warga setempat secara tegas menolak aktivitas tambang dalam bentuk apapun. Jadi warga yang melanggar, bersiap-siaplah menghadap para leluhur.

Demikian disampaikan anggota JPIC OFM, Pater Mateus Batubara, OFM kepada Timor Express di Ruteng, Jumat (10/7) kemarin. Dijelaskan, di kawasan Wae Ncuring akan dijadikan lokasi pertambangan. Jenis galiannya belum diketahui persis apakah emas atau mangan. Tetapi, sudah ada izin eksplorasi dari Pemkab Mabar untuk tambang mangan kepada perusahaan tambang dari Kupang.

Izin eksplorasi tersebut telah dikeluarkan Januari 2009 lalu tanpa sepengetahuan warga adat setempat. “Warga sangat serius menolak kegiatan pertambangan diwilayah itu, bahkan pemerintah pernah melakukan sosialisasi, tetapi ditolak keras warga. Terakhir, beberapa hari yang lalu warga menggelar ritual adat yang meminta para leluhur untuk ikut menolak aktivitas pertambangan,” katanya.

Dikatakan, ritual adat itu dipimpin tua adat gendang (kepala suku, red) Siri Mese, Minggu (5/6) lalu. Hadir seluruh warga adat setempat. Inti ritual adat itu, mereka menolak diadakan aktivitas pertambangan.

Barang siapa yang melanggar sumpah adat itu, maka risiko pasti akan terjadi dan ditanggung sendiri orang yang melanggar. Sebelum ritus adat digelar, umat setempat mengikuti perayaan ekaristi.

Mengenai ritus adat tolak tambang, koordinator JPIC SVD Ruteng dan Jaringan Advokasi Tambang, P Simon Suban Tukan, SVD mengatakan, yang dilakukan itu bukan hal baru di wilayah Manggarai, Manggarai Barat (Mabar) dan Manggarai Timur (Matim) dalam menolak aktivitas pertambangan.

Sebelumnya telah dibuat ritus tudak di Tumbak Kecamatan Lambaleda Manggarai Tmur (Matim) beberapa waktu lalu. Dampaknya, hingga sekarang warga tetap konsisten melarang aktivitas pertambangan di kawasan adat yang menjadi haknya. “Ini salah satu cara masyarakat untuk menolak tambang dengan menggelar ritual adat,” katanya. (kr2)

pernyataan Bupati Mabar Dalam rapat dengar pendapat Bersama DPRD Mabar

BEBERAPA CATATAN HASIL DENGAR PENDAPAT BUPATI MABAR DI DEPAN DPRD MABAR MENGENAI INVESTASI TAMBANG DI MABAR

Hari/Tgl : Selasa 23 Juni 2009
Tempat : Gedung DPRD MABAR
Waktu : Pkl. 10. 00- selesai

Pemimpin Rapat : Bpk Ambrosius Janggat didampingi oleh Bpk Agustinus Suherman
Pembicara : Bupati Fidelis Pranda
Peserta : Anggota DPRD MABAR (Alo Basri, Blasius Jeramun, Paulina... Tobias Wanus, Aleks Adar, Lamber Landing, Ambros Janggat), Para Kepala Dinas/Instansi , Geram, masyarakat lain, dll.
Petugas Keamanan: Polisi, Pol PP, Preman


I.PENJELASAN BUPATI MENGENAI PERTAMBANGAN DI MANGGARAI BARAT
Pada kesempatan pertama dia mengucapkan terima kasih karena boleh berdiskusi di ruang terhormat, Gedung DPRD MABAR. Untuk itu, dia mengajak agar diskusi itu berjalan dengan terhormat pula sebagai orang Mabar yang bermartabat dan berkpribadian.

Labar Belakang Kebijakan Izin Pertambangan:
*Pemerintah Mabar bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku di negara RI ini, sehingga pemerintah sebenarnya tidak otoriter, tidak demokratis. Selanjutnya, bupati menjelaskan sedikit tentang berdirinya Kab. Mabar yakni berdasarkan UU No. 08/2003. Kabupaten yang baru terbntuk ini memiliki beberapa potensi andalan/utama: Pertanian dan perkebunan, pariwisata, pertambangan, perikanan dan kelautan, kehutanan. Semuanya ini merupakan ciptaan Tuhan yang harus dimanfaatkan (kita berdosa kalau tidak memanfaatkan semua itu).
* Pertambangan telah memberikan sumbangan yang besar bagi pendapatan negara (DAK & DAU) bahkan sebagian besar pendapatan negara berasal dari hasil pertambangan. Kita pun menikmati hasil pertambangan tersebut tetapi hasil itu kita terima dari daerah- daerah lain seperti Kalimantan. Sumatera, Papua, dll. Selama ini kita hanya terima dan tadah terus dari daerah-daerah tersebut.
* Setiap pemerintah melaksanakan program kerjanya tak lepas dari a).Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, mulai dari Sila Ketuhanan yang Maha Esa sampai Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. b). UUD 1945 sebagai penjabaran dari Pancasila khususnya Psl 33. c). UU, Perpu, Perda, dll sebagai penjabaran dari UUD 1945 ( seperti UU Pertambangan, UU Penanaman Modal, perda-perda yang ada, dll)
* Maksud dan Tujuan
Maksud: pemanfaatan potensi, keadilan dan keseimbangan; keberpihakan pada kepentingan rakyat; partisipasi dan transparansi; sustainable dan berwawasan lingkungan, dsb. Tujuan: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan perkapita......., dll.
* Pemberian Izin: Diberikan oleh Pemerintah Pusat jika penenaman modal Asing (PMA)

Tahap-Tahap Pengelolaan:
a. Mendata potensi
b. Pengajuan permohonan dari investor (kalau ada depositnya)
Investor datang karena Presiden dan menteri mengundang orang-orang dari luar seperti China, Korea, dsb; demikian juga pemerintah daerah.
c. Menyelidiki keberadaan dan kelayakan investor yang akan datang.
d. Penerbitan Kuasa Pertambangan (KP) bila investor itu dinyatakan layak.
e. Setelah pendekatan adat dengan masyarakat yang ada di lokasi pertambangan, bukan di luar mereka.
Batu Gosok: Kami sudah mendekati H. Juje dan H. Ramang. Kami juga bertanya kepada mereka mengenai para pemilik tanah. H. Juje mengatakan bahwa memang ada banyak yang pa’u tuak kepada kami tetapi kami tidak tahu lagi di mana mereka itu. Selanjutnya kami mencoba mencek di BPN mengenai tanah-tanah yang ada di sana, dan ternyata tanah yang tercatat di BPN hanya dari 2 pemilik yaitu pemilik Hotel Batu Gosok. Oleh karena itu, kami menganggap bahwa tanah-tanah tersebut adalah daerah kosong.
Di Batu Gosok, tahap yang sedang dilakukan adalah eksplorasi (masih eksplorasi). Teknik eksplorasinya tidak bisa dijelaskan oleh orang-orang yang bukan ahli pertambangan. Parit yang dibuat itu bukan parit limbah tetapi parit uji karena belum ada emasnya. Menurut penjelasan investor. Limbah itu nanti tidak akan dibuang ke laut, malahan lahan itu nanti bisa ditanam sayur-sayuran, dan itu dilakukan oleh mereka sendiri.
Jadi pemerintah tidak otoriter, atau main kuasa. Kalau kita mempersoalkan ini maka kita harus pergi ke orang-orang yang membuat UU (DPR RI).
Tebedo: Kami sudah melakukan Baro ke Tu’a Golo bahkan melaksanakan ritus baro di Kuburan untuk memberitahukan kepada orang-orang yang telah meninggal. Semua masyarakat di sana sudah setuju. Mengenai persetujan masyarakat ini setelah sosialisasi, ada masyarakat Tebedo yang pernah menyatakan: ”Mengapa belum mulai, kami tidak tahan lagi. Jangan sampai pemerintah bohong.”

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Bila tidak ditemukan emas atau ada emas tetapi depositnya kecil, dan bila dalam pemboran ditemukan air maka, proses tidak dilanjutkan (ditutup).
2. Bila ada emas dengan depositnya besar maka eksploitasi akan dijalankan. Namun sebelumnya, investor mengajukan permohonan/izin eksploitasi.
3. Setelah itu diadakan AMDAL.
4. Izin eksploitasi dikeluarkan (kalau tidak bermasalah)
Jadi UU sangat demokratis, tidak otoriter, dan tambang bukan monster.
5. Pengolahan dan pemurnian, lalu penjualan.
6. Pembersihan dan pemulihan lahan, reklamasi, dsb.
7. Konservasi untuk memulihkan lingkungan


Berkaitan dengan pengolahan ini, semuanya terjadi di dalam negeri meskipun bukan di MABAR, tetapi bukan di luar negeri.
Jadi Tahap-tahap ini bukan menurut Bupati tetapi menurut UU. Maka bila kita menolak tambang mestinya kita menolak dahulu UU-nya. Oleh karena itu mari kita ramai-ramai ke Jakarta.

II. SESI TANGGAPAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

1. Ibu Paulina Jenia
a).Bupati telah menyebutkan banyak UU dan Perda yang menjadi dasar hukum kebijkan pertambangan ini. Mengapa UU No. 4 Tahun 2009 tidak dijadikan sebagai referensi?
B).Mengapa tidak dikonsultasikan dengan DPRD? c). Tampak bahwa pemerintah sangat memprioritaskan tambang padahal kita memiliki 5 potensi andalan sebagaimana disebutkan oleh Bupati tadi.

Tanggapan Bupati:
*UU No 4/2009, saya sudah sebut tadi, tetapi belum ada peraturan pelaksanaannya.
* Menurut kami, konsultasi baru dilakukan kalau ada emasnya. Bahkan sebelum eksploitasi, kami bukan hanya melakukan konsultasi tetapi presentasi di depan DPR, kemudian melakukan AMDAL, terbitkan KP. NB. $. Mereka yang memiliki tanah harus mempunyai bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. $$. Di Sawahlunto (karena Ibu Paulina menyebut contoh itu) itu tambang batu bara, dan batu bara itu bahan bakar sehingga terjadi ledakan; itu terjadi karena kelalaian; hidup dan mati ada di tangan Tuhan (dan cara mati ini bermacam-macam).
* Kita tidak memprioritaskan pertambangan. Prioritas kita tetap pertanian dan perkebunan, sementara pertambangan itu ketiga. Buktinya dalam APBD kita belum ada pertambangan

2. Bpk Tobias Wanus
Baik usaha pertambangan maupun riak-riak yang terjadi selama ini sama-sama bersifat preventif. Tetapi kami ingin tahu:
a. Sejak kapan izin dikeluarkan? Sebab kami sebagai wakil rakyat baru dengar sejak muncul riak-riak yang muncul. (kecuali Tebedo)
b. Mengapa pertambangan itu mesti di Batu Gosok, Tebedo, dll, dan bukan di kampung Bpk. Tobias Wanus?
c. Berbicara tentang aturan tidak sepihak, kenyataannya hanya Bupati yang tahu izinnya. Padahal dalam era otonomi daerah ini, urusan pembagunan merupakan juga urusan rakyat bukan hanya pemerintah dan bukan hanya berurusan dangan UU.
d. Berkaitan dengan dampak lingkungan, Bupati terkesan sangat pasti mengatakan bahwa tidak akan mengganggu laut. Hal ini dikatakan berdasarkan informasi dari pengusaha. Dari segi bisnis, memang tidak ada pengusaha yang mengatakan yang tidak baik tentang usahanya. Lalu dari mana Bupati tahu bahwa tidak akan ada dampak itu, padahal pertambangan belum dimulai? Kita juga dapat mengatakan dengan pasti bahwa akan ada dampak negatif karena itu belum terjadi. Saya kira ada dan tidak adanya dampak negatif itu 50-50.

Tanggapan Bupati:
# Izin dikeluarkan pada tgl 9 Juli 2008. untuk batu gosok dan Tabado.
# Menurut Bpk Tobi Wanus, hal itu berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Kadis Pertambangan ketika ditanya di Batu Gosok. Yohanes Jinus mengatakan bulan Februari izin itu dikeluarkan, tetapi langsung dibantah oleh Yohanes Jinus).
# Pertambangan harus di Batu Gosok dan Tebedo, dll karena di sana ada emasnya; sementara di kampung Pak Tobi tidak ada emasnya. (kontradiktif dengan pernyataannya bahwa belum pasti ada emasnya).
# Salah satu perda yang dipakai sabagai dasar adalah perda No 27/2005 tentang pertambangan di MABAR sebagai penjabaran UU yang disebutkan di depan. Maka tolak Perda sama dengan tolak UU tersebut. Lagi pula, hujan belum turun kita sudah
baku bunuh.
# Sebelum eksplorasi, kami sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
# Berkaitan dengan kredibilitas investor, pemerintah sama dengan DPR. Sebab tugas pemerintah salah satunya adalah membina dan mengawasi. Pemerintah juga tidak akan langsung percaya kepada investor. Untuk itu kami membentuk Tim Terpadu untuk meneliti kelayakan dari investor. Kalau pun kemudian terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan yang dikatakannya makan ada UU yang akan menjerat dia (investor)

Tanggapan balik Bpk Tobi Wanus
Apa ruginya bagi pemerintah kalau diberitahukan kepada DPRD. Sebab setiap izin yang dikeluarkan pasti ada pengaruhnya terhadap APBD. Di sini sebenarnya tidak ada keadilan untuk kontraktor lokal. Untuk kontraktor lokal kita bebani biaya dan kontakrtor luar tidak. Lau pertanyaannya, bagaimana/ di mana biaya untuk mengeluirakan izin?

Tanggapan Bupati:
Konsultasi dengan DPRD: KP menurut kami adalah urusan Bupati. Kalau tahu ada emasnya, baru kami presentasikan ke DPRD (bukan hanya konsultasi) dan melakukan sosialisasi hanya kepada masyarakat pada lokasi tambang.

NB:* Tentang APBD dia tidak menjawab. * Dia mengatakan bahwa di Pulau Timor dan beberapa Kabupaten lain, tidak ada masalah mengenai pertambangan.

3. Bapak Edi Endi
@ Dalam memberikan izin pertambangan, pemerintah sangat demokratis, tidak otoriter (kata Bupati). Menarik bahwa izin dikeluarkan pada bulan Juli sementara sosialisasi baru pada tgl 23 Desember 2008. Kelurkan KP lebih dahulu baru sosialisasi. Apa ini demokratis?
@ Mengenai Batu Gosok, Bupati mengatakan kami sudah mensosialisakan kepada H. Juje dan H. Ramang. Mereka dua bukan merupakan representasi dari seluruh pemilik tanah. Kita tahu bahwa di Negara RI ini ada Hukum Adat dan ada Hukun Nasional? (berkaitan tercatat tidaknya tanah-tanah itu di BPN).
@ Perda No 27/2005 dipakai dasar pemberian Izin. Padahal dalam psl 11 perda tersebut dikatakan bahwa izin eksplorasi satu tahu dan diperpenjang samapi beberapa kali. (Izin yang sekarang berlaku selama 2 tahun). Selama ini ada reaksi dari masyarkat. Mestinya pemerintah meninjau kembali izin yang diberikan.
@ Perda No. 30/2005: Psl 22 point b menyatakan tentang adanya potensi emas di kecamatan komodo. Dan dalam psl 23 dinyatakan bahwa wilayah Batu Gosok tidak diberi izin untuk usaha-usaha lain kecuali pengembangan pariwisata.
@ UU No. 4/2009
UU ini menyatakan bahwa ”Setiap usaha yang berdampak besar mesti didahului dengan AMDAL.” Di situ tidak disebutkan bahwa hal itu baru dilakukan sesudah eksplorasi.

Tanggapan Bupati:
1. Sosialisai tidak akan ada gunanya kalau investor tidak jadi datang. Nanti masyarakat bilang pemerintah bohong. Makanya investor datang dulu baru diadakan sosialisasi.
2. kami tidak naif pak, tidak. Yang terjadi adalah kami sulit mencari orang. Kami mau buat bagaimana dan mencari di mana?
3. Kami sudah memperhatikan adat istiadat. Sebab kita orang Mabar adalah orang yang bermartabat dan berkpribadian, tahu adat. Itu sudah dilakukan.
4. Pemerintah sepakat bahwa AMDAL itu wajib, tetapi kalau sudah ada dampak negatifnya.
5. Rusak lingkungan: Kita gali kubur untuk kuburkan orang mati, kebun-kebun liar dan kegiatan lainnya, itu merusakkan lingkungan. Dan itu banyak dilakukan oleh masyarakat, bukan oleh pemerintah, tetapi itu tidak ribut (Pa). Buat jalan raya juga merusak lingkungan, kalau tidak mau seperti itu jangan gunakan jalan itu. Tidak manfaatkan potensi alam, dosa Pa.

Tannggapan balik Bpk Edi:
Perda 30/2005 juga menyebutkan bahwa Batu Gosok termasuk dalam BWK (Bagian Wilayah Kota) V. Ini sesuatu yang kontradiktif.
Bupati: Ya mari kita lihat lagi Perda-perda yang ada.

4. Bapak Blasius Jeramun
@Semua Perda yang kita tetapkan mestinya sejalan. Tampaknya beberapa Perda kita tumpang tindih seperti Perda tentang pertambangan dan Perda tentang Tata Ruang. Oleh karena itu, di tengah munculnya riak-riak dari masyarakat kita mesti merevisi dahulu Perda sebelum tambang dimulai.
@ Sosialisai mestinya tidak hanya kepada masyarakat yang ada di sekitar wilayah tambang melainkan kepada semua masyarakat yang memiliki kemungkinan terkena dampak pertambangan itu. Sebab bukan tidak mungkin pencemaran air bisa terjadi. (bukan hanya di Tebedo tetapi juga orang-orang Dalong dan mereka yang memanfaatkan air Wae Mese bahkan para nelayan).
@ dalan RPJM (rencana pembangunan jangka menegah diatur soal potensi pariwisata yang berkelanjutan dan dalam RPJM itu juga kita sepekat untuk tidak ada pertambangan, ini bagaimana pa bupati?

Tanggapan Bupati:
# Di Dalong sosialiasi sudah dilaksanakan, dan mereka setuju. Tahap itu sudah selesai.
# Mencemarkan air sungai: Tambang belum ada (Pa), tetapi sudah diberitakan ke mana-mana bahwa terjadi begini/begitu. Harus rasional dan ilmiah Pa. Mesti lihat dari ilmu pertambangan Pa.
# sementara soal RPJM nanti kita bicarakan lagi lah.....

Bapak Alo Basri:
Tadi kita sudah mendengarkan pandangan-pandangan yang melatari penolkan terhadap kebijakan investasi tambang. Saya kira kita mesti menyoroti pokok-pokok itu terutama pandangan orang NTT tentang lingkungan. Menurut saya yang ada sekarang hanya pandangan-pandangn yang bersifat mondial bukan pandangan teknis- rasional-ilmiah.
Sikap Gereja: Kita tahu bahwa Gereja bukan hanya menunjukkan pandangan-pandangannya tetapi sudah menjadi sikap (tolak tambang). Saya takut ketika ada orang menerima tambang berdasarkan kajian ilmiah-rasional mereka dinilai menolak Gereja. Saya tidak mau Pa. Saya minta bagaimana mengenai komentar Pak Bupati mengenai hal ini?

Tanggapan Bupati:
Bupati membenarkan bahwa tolak tambang sudah menjadi sikap Gereja (sudah menerima surat pernyataan sikap itu). Namun harus diketahui bahwa dalam Konsili Vatikan II dikatakan bahwa Gereja adalah semua orang yang beriman Katolik tidak hanya sekelompok orang. Gereja itu bukan gedung tetapi kita yang beriman katolik termasuk saya ini (pegang kerah bajunya). Oleh karena itu, semua orang harus berkumpul dan duduk bersama. Menurut saya, orang yang menolak tambang juga otoriter. Tetapi kalau kita melihat mana baiknya, itu baru demokratis. Saya kira, dampak negatif dan postif bisa kena pada orang yang mengeritik dan dikritik.(penilai dan yang dinilai). Jangan sampai ini mengganggu POLEKOSBUDHANKAM .

Kami juga sudah menjelaskan kepada pemimpin Gereja (saat bertemu dengan Administrator, dan 3 Vikep, 2 kali). Pada saat itu Administrator sebagai pemimpin tertinggi menyampaikan: Sikap kami: kami hanya tahu doa. Bahkan kami sudah saling meminta dan memberi maaf di Gereja, pada saat Misa. Kami juga pernah mengundang para pastor tetapi tidak datang.
Kita mestinya bicara bersama-sama. Sebab kalau tidak demikian bisa mengarah kepada AGHT (Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan).
(Dia sempat Kutip Injil Markus,...... tentang membayar pajak kepada Kaisar)


Bpk Lamber Landing:
Meminta untuk melakukan lagi komunikasi dengan Gereja.

Tanggapan Bupati:
Kita justrti mengharapkan seperti itu. Sebab kita orang Manggarai Barat adalah orang yang bermartabat dan berkpribadian. Kita duduk dalam ruangan seperti ini, bukan teriak di jalan, caci maki orang, dsb.

JATAM Dukung Penolakan Tambang di Manggarai Barat


Macheisme, news-Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Siti Maemunah menegaskan JATAM mengecam tindakan Bupati Manggarai Barat dan mendukung perjuangan rakyat menolak pertambangan yang merusak di Pulau Flores. “Tindakan Bupati tersebut menjadi sosok pejabat yang tak layak memimpin Manggarai Barat” tegasanya dalam press liris

Tak kali ini saja tambang di Mabar ditolak warga. Bulan Mei lalu, katanya Gerakan Rakyat Anti Tambang (Geram) di Mabar juga mengirimkan surat kepada Bupati dan DPRD, serta melakukan demo. Mereka mengemukakan fakta-fakta lapang bahwa lokasitambang tumpang tindih dengan sarana pendidikan, pariwisata danbudidaya ikan di sana. Lahan itu diantaranya milik Hotel Puri Komodo, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Ruteng, PT. Keramba, serta rautusan warga yang telah memiliki patok-patok batas oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Apalagi, pengerukan yang akan dilakukan hanya beberapa meter dari bibir pantai dan berdekatan dengan Taman Nasional Komodo, salah satu kawasan wisata internasional, berdekatan dengan Hotel Batu Gosok. Selama ini perusahaan maupun pemerintah belum pernah bermusyawarah dan bersepakat dengan para pemilik lahan. Tapi secara sepihak perusahaanmelakukan kegiatan penambangan, pemerintah justru mendukung mereka.Ijin eksplorasi dikeluarkan Bupati Manggarai Barat, 7 Juli 2008 lalu. Padahal, menurut Perda Manggarai Barat No. 30 Tahun 2005 dan tataruang wilayah, Batu Gosok merupakan kawasan pengembangan pariwisata.

Sejak masa jabatannya, Bupati Pranda telah mengeluarkan 8 izin Kuasa Pertambangan (KP) emas, mangan dan timah hitam, yang luasnya sekitar45 ribu ha. Delapan perusahaan tersebut adalah PT Aneka Tambang, PT. Global Suksestama Internasional, PT Kejora Stras Energi, PT Nusa MegaEnergi, PT Nipindo Pritama, PT Bangun Usaha Mineral Indonesia, PTSejahtera Prima Nusa dan Grend Nusantara. Izin-izin ini dikeluarkansejak 2007 hingga saat ini.Keputusan Bupati tak disukai rakyat Manggarai Barat. Buktinya, berkali-kali terjadi demo menentang Bupati. Dalam tiga bulan terakhir, ribuanwarga telah tiga kali melakukan aksi, mulai demo ke kantor Bupati danDPRD, juga kantor perusahaan. Pada 22 Juni 2009, Bupati dipanggil DPRDManggarai, tetapi ia tidak hadir.

Gerakan Masyarakat Anti Tambang (GERAM) yang merupakan gabungan berbagai elemen rakyat Manggarai mulai masyarakat sipil hingga gereja, yang menuntut perusahaan segera menghentikan kegiatan tambangnya, dan Bupati segera mencabut ijin perusahaan tersebut. Mereka menyammpaikan kekhawatiran terhadap dampak negatif kegiatan pertambangan. Kegiatan ini tumpang tindih dengan kawasan wisata. Limbah penambangan yang akan dibuang ke pantai, dapat merusak biota laut tempat wisata itu.

GERAM melaporkan, meskipun baru tahapan eksplorasi, tapi polusi udara akibat kegiatan pertambangan telah dirasakan di Teluk loh Mbongi, hotel dan resot sekitarnya juga panti asuhan yang ada di sepanjangjalur ke lokasi tambang."Tidaklah tepat memilih pertambangan menjadi penopang ekonomi pulau Flores, pulau kecil seperti ini memiliki daya dukung lingkungan yangterbatas. Padahal tambang memiliki sifat rakus lahan dan rakus air,yang bertentangan dengan kondisi pulau kecil seperti Flores. Bupati

Manggarai Barat dan Bupati lainnya di pulau Flores harus segeramencabut perijinan tambang yang mereka keluarkan, untuk keselamatanrakyat dan keberlanjutan ekonomi kawasan ini", ujar Maemunah
Ditegasakanya JATAM mendukung upaya rakyat Manggarai dan daratan Flores lainnya, menolak pertambangan menjadi pilihan ekonomi di kawasan kepulauan Sunda Kecil. Para pemimpin Flores harus berpikir jangka panjang, karena pertambangan sendiri adalah ekonomi yang berumur pendek dantak berkelanjutan. Tapi kerusakannya akan diwarisi seumur hidup olehwarga di sana

Siaran Pers Geram

(Terkait Ancaman Teror Terhadap Wartawan/Sekretaris GERAM
Yang Dilakukan ‘Kelompok Preman’ Di Labuan Bajo)


Aksi demonstrasi besar-besaran terhadap kehadiran Perusahaan Tambang yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat Manggarai Barat pada dua bulan terakhir, sama sekali tidak ditanggapai serius oleh Pemerintah Kabupaten Mabar.

Izin Kuasa Eksplorasi Pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati tetap tidak dicabut. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan oleh GERAM dan DPRD Mabar, namun Bupati tetap bersikeras untuk melanjutkan aktivitas dari Perusahaan Tambang.

Di tengah perjuangan Tolak Tambang, konflik horisontal antar warga masyarakat sulit terhindarkan dan berpotensi meluas. Kelompok kecil masyarakat yang kebanyakan adalah para kontraktor lokal, secara aktif kerap melakukan teror terhadap aktivis GERAM dan sejumlah Wartawan.

Minggu malam 7 Juli 2009 sekitar pkl.23.30 wita, sekelompok “Preman” yang biasa ‘mangkal’ di seputaran rumah jabatan Bupati, melakukan penyerangan di rumah kediaman Sdr. Kornelis Rahalaka, sekretaris GERAM dan Pemimpin Redaksi Majalah DIASPORA.

Bersyukur bahwa saat penyerangan, Sdr. Kornelis Rahalaka tidak berada di rumah karena masih sedang menghadiri rapat rutin GERAM di Posko 2. Beruntung pula karena anak dan istri dari Sdr.Kornelis Rahalaka mengunci pintu dengan rapat dan tidak ke luar rumah. Namun demikian, hingga sekarang mereka masih mengalami trauma psykologis akibat kejadian tersebut.

Atas peristiwa tersebut, kami yang tergabung dalam wadah Gerakan Masyarakat Anti Tambang (GERAM), meyampaikan beberapa hal sbb;

1. Mengecam keras semua bentuk tindak kekerasan dan ancaman teror yang selama ini kerap dilakukan oleh ‘kelompok preman’ di Manggarai Barat.

2. Mendesak jajaran Kepolisian agar segera mengusut dan menindak tegas para pelaku tindak kekerasan dan ancaman teror. Karena cara-cara yang dilakukan kelompok preman seperti itu, tidak bisa dibiarkan terus terjadi.

3. Patut diduga kuat bahwa motif ancaman teror yang kerap dilakukan kelompok tertentu kepada aktivis GERAM belakangan ini, sangat berkaitan erat dengan aktivitas demonstrasi tolak tambang. Diduga, ada pihak/oknum Penguasa tertentu di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Mabar yang turut menggerakkan/mendorong/men
fasilitasi para kelompok preman dalam melakukan aksinya. Setiap kali aksi demonstrasi GERAM, selalu ada kelompok preman yang memprovokasi masa demonstran. Bahkan saat dengar pendapat di gedung DPRD Mabar beberapa waktu lalu, kelompok preman juga turut hadir ‘mengawal’ rombongan Bupati sambil memprovokasi aktivis GERAM.

4. Kami menyerukan kepada Bupati dan DPRD Mabar untuk segera berkoordinasi dengan jajaran Kepolisian guna mengambil langkah tegas dalam menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Mabar. Sebab jika kelompok preman dibiarkan tetap berkeliaran, akan memicu konflik horisontal dan vertikal dan berpeluang terjadi kekacauan secara sporadis.

5. Kami mengharapkan Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri ESDM-RI, Menteri Lingkungan Hidup-RI, Menteri Kehutanan-RI agar segera mengintervensi kewenangan Bupati Manggarai Barat dalam kaitannya dengan persoalan Tambang di Mabar. Intervensi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi NTT, diperlukan guna meletakkan persoalan/kasus Pertambangan yang terjadi Mabar pada koridor hukum yang tepat dan benar. Intervensi juga diperlukan guna menghindari potensi penyalahgunaan wewenang oleh Pemerintah Darerah Mabar dalam persoalan tambang.

6. Kepada semua pihak, kami hendak menyatakan bahwa GERAM – Flores akan terus melakukan upaya perlawanan terhadap kehadiran Perusahaan Tambang di seluruh Pulau Flores dan Lembata. Komitmen kami sudah bulat, Kabupaten Manggarai Barat khususnya dan pulau Flores dan Lembata umunya, harus bebas dari Tambang!

Demikian Siaran Pers ini disampaikan.
Labuan Bajo, 7 Juli 2009

Atasnama GERAM – Flores
Koordinator:




Bernadus Barat Daya, SH.MH. Florianus Surion Adu


------------------------------------------------------------------------------------------------------
KRONOLOGIS


Dengan ini kami melaporkan kepada Bapak Kapolres Mangarai Barat, bahwa pada hari Minggu tanggal 7 Juli 2009 sekitar pkl. 23.30 wita ada sekelompok orang tidak dikenal mendatangi rumah kediaman Sdr. Kornelis Rahalaka (Pemimpin Redaksi Majalah DIASPORA/Sekretaris GERAM). Kelompok orang tersebut, mengedor pintu dan dinding rumah sambil mengeluarkan kata-kata bernada ancaman. Saat kejadian, Sdr. Kornelis Rahalaka tidak berada di rumah. Yang ada di rumah saat itu, hanya istri dan anak-anaknya.

Sesaat setelah itu barulah Sdr. Kornelis Rahalaka dan teman-teman anggota GERAM tiba di rumah Sdr. Kornelis Rahalaka dan kelompok orang tersebut sudah tidak berada di TKP lagi. Sdr. Kornelis dan sejumlah anggota GERAM kemudian melaporkan kejadian tersebut di Kantor Polres.

Berhubung Sdr. Kornelis Rahalaka adalah Sekretaris GERAM, maka kami atasnama seluruh elemen Organisasi yang berhimpun dalam wadah GERAM, dengan ini melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib untuk mengambil tindakan hukum tegas terhadap para pelaku. Kami sangat mengharapkan agar jajaran Kepolisian dapat mengusut kasus ini secara tuntas demi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat.

Perlu kami informasikan kepada Bapak Kapolres bahwa tindakan pengancaman/teror terhadap Sdr. Kornelis Rahalaka diduga kuat terkait “kasus pertambangan” di Kabupaten Manggarai Barat yang marak diberitakan mass media belakangan ini. Apalagi sebelum kejadian, ada begitu banyak rupa ancaman teror melalui SMS yang kerap diterima oleh anggota GERAM termasuk Sdr.Kornelis Rahalaka.

Demikian laporan ini kami sampaikan. Atas kerjasamanya kami ucapkan limpah terima kasih.


Labuan Bajo, 7 Juli 2009

Atas nama GERAM:



Bernadus Barat Daya Florianus Surion Adu

Tembusan:
1. Kapolda NTT di Kupang
2. Kapolri di Jakarta
3. Pimpinan Organisasi Anggota GERAM masing-masing di Tempat.